Pergumulan Setiap Hari

Setiap hari adalah peperangan untuk mematikan dosa dan menaati Allah. Tidak ada saat di mana kita boleh berhenti bergantung kepada Allah. Ketika keadaan rohani kita berhenti menyadari bahwa kita sedang berperang, maka kerohanian kita itu pasti hancur di dalam dosa. Tetapi ketika kita sadar bahwa kita sedang berada dalam peperangan rohani, maka kita tidak akan tenang. Kita akan terus berjaga-jaga dan bergantung kepada Tuhan.

Dikutip dari Reforming Heart – Daud dan Betsheba

Hidup Sebagai Umat-Nya

Daud membiarkan relasi pribadinya dengan raja Nahas memengaruhi cara dia mengambil keputusan. Dia tidak lagi meminta pimpinan Tuhan untuk relasinya dengan Nahas. Sebenarnya Daud harus meminta pimpinan Tuhan karena sekarang dia adalah raja Israel. Dulu ketika Daud masih dalam pelarian dia dapat bersahabat dengan siapa pun, termasuk seteru Israel sekalipun. Tetapi ketika dia menjadi raja, seluruh tindakannya akan mewakili seluruh Israel. Sama seperti Daud kita sering kali lupa status kita sebagai orang Kristen. Kita lupa bahwa keputusan dan tindakan kita akan memengaruhi cara orang memandang Kristus dan Gereja-Nya. Kita dengan enteng melakukan apa pun tanpa menghiraukan bahwa cara kita hidup akan membuat orang memuji Tuhan atau menghina Tuhan.

Dikutip dari Reforming Heart – Perang Dengam Amon dan Aram

Menjalani Hidup: Mimpi, Strategi, Kerja + Visi, Kehendak, Waktu dan Pimpinan Tuhan

Orang Kristen harus punya mimpi. Bukan cuma mimpi tapi tidak melakukan apa-apa, tapi harus juga punya strategi matang dan kerja yang nyata. Sambil di saat yang sama belajar mengerti visi Tuhan dan apa yang menjadi kehendak-Nya yang harus kita kerjakan; sabar dan peka terhadap waktu dan pimpinan-Nya.

(disadur dari kutipan renungan yang diberikan Pdt. Dr. Stephen Tong @ Master Class)

Hukum Kesembilan: Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu.

 

Pada suatu hari, Budi bangun kesiangan. Dia setelah sadar ia kesiangan untuk berangkat ke sekolah, ia hanya punya waktu 10 menit bangun dan bersiap diri untuk berangkat ke sekolah. Tidak sempat mandi atau sarapan, Budi hanya bisa menggunakan waktu itu untuk mengganti baju, cuci muka, mempersiapkan beberapa buku dan berangkat ke sekolah.

Di sekolah, Andi (teman Budi) melihat Budi tiba di sekolah dengan mata yang masih sepet-sepet, ia bertanya: “Bud, kamu pagi belon mandi ya?”. Budi malu mengakui itu sehingga tanpa berpikir panjang, Budi langsung menjawab: “… mandi kok! cuma tadi buru-buru …”.

LiesBudi telah berbohong dan itu salah! Tapi, secara spesifik hukum kesembilan bukanlah mengurusi kebohongan seperti itu. Untuk mengajarkan kepada anak, seringkali orang menyamakan saksi dusta dengan berbohong. Untuk memperkenalkan 10 perintah Allah itu memang tidak salah, namun jika mempelajari lebih jauh tentang hukum kesembilan ini, kita bisa menemukan bahwa pengertian yang terkandung dalam hukum kesembilan ini jauh lebih dalam.

Penjelasan daripada hukum ini dapat ditemui pada bagian lain dalam Alkitab.

“Janganlah engkau menyebarkan kabar bohong; janganlah engkau membantu orang yang bersalah dengan menjadi saksi yang tidak benar. Janganlah engkau turut-turut kebanyakan orang melakukan kejahatan, dan dalam memberikan kesaksian mengenai sesuatu perkara janganlah engkau turut-turut kebanyakan orang membelokkan hukum. Juga janganlah memihak kepada orang miskin dalam perkaranya. (Kel 23:1-3)

Apabila seseorang berbuat dosa, yakni jika ia mendengar seorang mengutuki, dan ia dapat naik saksi karena ia melihat atau mengetahuinya, tetapi ia tidak mau memberi keterangan, maka ia harus menanggung kesalahannya sendiri.  (Im 5:1)

“Satu orang saksi saja tidak dapat menggugat seseorang mengenai perkara kesalahan apapun atau dosa apapun yang mungkin dilakukannya; baru atas keterangan dua atau tiga orang saksi perkara itu tidak disangsikan. Apabila seorang saksi jahat menggugat seseorang untuk menuduh dia mengenai suatu pelanggaran, maka kedua orang yang mempunyai perkara itu haruslah berdiri di hadapan TUHAN, di hadapan imam-imam dan hakim-hakim yang ada pada waktu itu. Maka hakim-hakim itu harus memeriksanya baik-baik, dan apabila ternyata, bahwa saksi itu seorang saksi dusta dan bahwa ia telah memberi tuduhan dusta terhadap saudaranya, maka kamu harus memperlakukannya sebagaimana ia bermaksud memperlakukan saudaranya. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu. Maka orang-orang lain akan mendengar dan menjadi takut, sehingga mereka tidak akan melakukan lagi perbuatan jahat seperti itu di tengah-tengahmu. (Ul 19:15-20)

Hukum kesembilan menggunakan kata saksi dusta, bukan bohong. Dalam bahasa Inggris pun digunakan kata false witness bukan lie. Dalam penjelasan lebih lanjut tentang taurat diatas, kita akan menemukan bahwa kata saksi/witness selalu terkait dengan perkara hukum atau keadilan. Kesaksian adalah sesuatu yang dipakai untuk menjadi salah satu sarana untuk menegakkan keadilan. Dengan kesaksian lebih dari dua orang, seseorang bisa diputuskan bersalah, dengan kesaksian lebih dari dua orang, seseorang bisa juga diputuskan tidak bersalah. Dengan demikian, kesaksian kita atau perkataan kita tentang orang lain adalah sesuatu yang serius, yang tidak boleh dianggap enteng. Oleh sebab itu ada hukuman yang serius yang diberikan kepada mereka yang memberikan kesaksian palsu.

Perintah tidak mengucapkan saksi dusta menuntut kita untuk memiliki hati yang mau menyatakan keadilan. Bahkan dalam Imamat 5:1 menyatakan bahwa tidak berdusta saja tidak cukup. Orang yang tahu tentang suatu kebenaran tapi ia tidak mengatakannya, ia pun bersalah. Walau tidak mudah, menyatakan keadilan, menyatakan kebenaran adalah menjadi bagian penting dalam menjalankan hukum kesembilan.

Di Yohanes 8, ada kisah dimana ada seorang perempuan yang tertangkap berzinah ditangkap, kemudian dibawa kepada Yesus untuk diadili. Yoh 8:6 menyatakan bahwa ahli Taurat dan orang Farisi yang membawa perempuan itu melakukan hal ini bukan untuk menyatakan keadilan, tapi untuk mencobai Yesus. Memberikan suatu kesaksian yang faktual tapi dengan motivasi yang salah pun, itu suatu pun adalah sesuatu yang tidak benar.

Setiap setiap orang yang menyatakan kebenaran, harus disertai dengan motivasi yang benar pula. Seorang pencuri yang tertangkap, kita tidak bisa cuma bilang: saya ampuni, jangan lakukan itu lagi! Jika ini adalah pencurian yang serius, melaporkan pencurian ini kepada pihak berwajib itu harus. Tapi, harus diingat bahwa tindakan itu harus didasarkan kepada hati yang mau menyatakan keadilan, bukan dendam. Hati yang mengampuni (pencuri itu) harus kita miliki, tapi itu tidak menghilangkan tindakan kita untuk menyatakan keadilan.

Mengapa Berdoa Sebelum Makan?

200408-omag-family-pray-600x411Ada anekdot yang mengatakan: “kalau orang Kristen di depannya dikasih piring (isi makanan). langsung otomatis berdoa”. Seringkali doa makan menjadi sesuatu yang “biasa” dan otomatis, sehingga tak jarang ada orang berdoa makan dua kali, lupa kalau dia sudah berdoa.

Ungkapan syukur, baik itu dalam bentuk korban persembahan atau ucapan, sudah ada sejak dulu. Dalam Alkitab, sejak dari kitab Kejadian, kita melihat ada ucapan syukur yang diberikan kepada Tuhan dalam bentuk ucapan maupun korban bakaran; ada ucapan syukur yang diberikan kepada seorang dalam bentuk ucapan terima kasih.

Dalam budaya saat ini pun, kebiasaan mengucapkan terima kasih sudah diajarkan sejak anak mulai belajar bicara. Orang tua akan mengajarkan anaknya untuk mengucapkan terima kasih jika ia menerima sesuatu. Begitu juga saat kita menerima suatu pemberian dari Tuhan. Kita percaya bahwa makanan yang diterima adalah pemberian Tuhan. Walaupun ia bekerja untuk makanan itu, tapi tetap kita percaya bahwa jika bukan Tuhan yang beranugerah, tidak mungkin bisa menikmati makanan. Jadi, jika seorang anak diajari orang tua nya untuk mengucapkan terima kasih setiap menerima sesuatu, masakan kita tidak mengucapkan terima kasih kepada Tuhan?

Oleh sebab itu, saat kita “berterima kasih” dalam doa kita, hati harus pula memiliki pengertian, menyadari dan mengakui bahwa makanan ini dari Tuhan dan saya berterima kasih untuk makanan ini. Dengan demikian, doa makan adalah latihan rutin bagi hati kita untuk bersyukur kepada Tuhan, untuk setiap hal-hal kecil yang diterima. Jangan sampai kita hanya terbiasa mengucap syukur untuk hal-hal besar. Saat menerima kenaikan gaji, kita bersyukur! Kalau kita disembuhkan dari penyakit, kita bersyukur! Kalau kita mendapatkan berkat lebih, ktia bersyukur! Tapi, banyak orang mungkin orang akan jarang bersyukur untuk kesehatan Tuhan berikan pada waktu kita bangun pagi, gaji pas-pasan yang diterima, keselamatan dalam perjalanan pulang pergi kantor, atau makan yang Tuhan ijinkan kita dapat. Dengan demikian, ada makan yang kita bisa nikmati, itu adalah suatu anugerah. Ingat, tidak semua orang menerima anugerah ini. Ada orang-orang yang harus berpuasa, karena tidak bisa mendapatkan makanan, ada orang yang harus berpuasa karena kondisi kesehatan yang tidak memperbolehkannya untuk bisa menikmati makanan.

Setelah berdoa, mengucap syukur untuk makanan. Sikap syukur itu pun harus dinyatakan sejalan cara kita menikmati makanan. Kalau saya memperhatikan dalam suatu resepsi pernikahan. Banyak kali orang mungpang-mungpung ambil makanan pada buffet, berpikir bahwa kalau tidak habis, saya bisa membuangnya (toh ini gratis). Saya rasa ini adalah suatu pemikiran yang salah. Saat kita berdoa, bersyukur untuk makanan, itu berarti kita juga harus belajar menghargai makanan yang diterima. Jangan mengambil makanan atas dasar nafsu lapar atau keserakahan, ambil secukupnya! jangan mungpang-mungpung gratis!

Jika seorang yang mau berjudi, kemudian berdoa meminta kemenangan. Apakah itu benar? Tentu salah!
Jika seorang mendoakan suatu hubungan relasi serius dengan seseorang yang adalah istri/suami orang lain. Apakah itu benar? Tentu salah!
Jika seorang tahu bahwa makanan yang akan dimakan adalah berbahaya. Kemudian kita berdoa meminta Tuhan untuk menjadikan makanan ini sehat bagi tubuh? Inipun salah. Doa makan bukanlah mantra yang berkuasa menjadikan makanan menjadi sehat. Kepada manusia, Tuhan memberikan hikmat. Dengan hikmat ini, manusia harus menimbang, mana yang baik, mana yang tidak baik.

Bagaimana kalau makanan itu sudah dijampi-jampi? atau makanan itu bekas sesajen? Mengenai makanan, rasul Paulus memberikan suatu penjelasan di 1 Kol 10.

“Segala sesuatu diperbolehkan.” Benar, tetapi bukan segala sesuatu berguna. “Segala sesuatu diperbolehkan.” Benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun. Jangan seorangpun yang mencari keuntungannya sendiri, tetapi hendaklah tiap-tiap orang mencari keuntungan orang lain. Kamu boleh makan segala sesuatu yang dijual di pasar daging, tanpa mengadakan pemeriksaan karena keberatan-keberatan hati nurani. Karena: “bumi serta segala isinya adalah milik Tuhan.” Kalau kamu diundang makan oleh seorang yang tidak percaya, dan undangan itu kamu terima, makanlah apa saja yang dihidangkan kepadamu, tanpa mengadakan pemeriksaan karena keberatan-keberatan hati nurani. Tetapi kalau seorang berkata kepadamu: “Itu persembahan berhala!” janganlah engkau memakannya, oleh karena dia yang mengatakan hal itu kepadamu dan karena keberatan-keberatan hati nurani. Yang aku maksudkan dengan keberatan-keberatan bukanlah keberatan-keberatan hati nuranimu sendiri, tetapi keberatan-keberatan hati nurani orang lain itu. Mungkin ada orang yang berkata: “Mengapa kebebasanku harus ditentukan oleh keberatan-keberatan hati nurani orang lain? Kalau aku mengucap syukur atas apa yang aku turut memakannya, mengapa orang berkata jahat tentang aku karena makanan, yang atasnya aku mengucap syukur?” Aku menjawab: Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah. Janganlah kamu menimbulkan syak dalam hati orang, baik orang Yahudi atau orang Yunani, maupun Jemaat Allah. Sama seperti aku juga berusaha menyenangkan hati semua orang dalam segala hal, bukan untuk kepentingan diriku, tetapi untuk kepentingan orang banyak, supaya mereka beroleh selamat.
(1 Kol 10:23-33)

Jadi, untuk makanan seperti ini, saya sendiri memilih untuk tidak memakannya. Saya tidak mau mencobai diri dengan menantang kuasa si jahat hanya untuk kenikmatan perut, saya tidak mau untuk kenikmatan yang sedikit ini saya menjadi sandungan buat yang lain. Tapi, kalaupun terpaksa harus (special case only) atau tidak sengaja memakannya, saya percaya itu bukanlah suatu dosa. Lebih dalam lagi soal makan-memakan ini, baca Mar 7:14-23.

Jadi, haruskah orang Kristen berdoa sebelum makan? Harus! Tapi bukan sekedar ritual atau mantra. Doa sebelum makan adalah ucapan syukur kita kepada Tuhan untuk makan yang kita bisa nikmati, latihan rutin bagi orang percaya untuk mensyukuri dan menghargai setiap anugerah yang kita terima dari Tuhan.

Manusia Dipanggil Bukan (hanya) untuk Diselamatkan

Manusia tidak dipanggil untuk diselamatkan. Manusia diselamatkan untuk mengerjakan sesuatu bagi Tuhan. Karena itu pertanyaan paling dasar bukan “saya sudah selamat atau belum?”, tapi pertanyaan yang justru lebih utama “saya sudah hidup bagi Tuhan atau belum?”.

Bagaimana mungkin hidup bagi Tuhan kalau belum selamat? Tuhan menyelamatkan, Tuhan memberikan penebusan, setelah itu Tuhan menuntut kita untuk hidup bagi Dia. Tuhan tidak menciptakan manusia hanya supaya drama keselamatan dilaksanakan, Tuhan tidak menciptakan manusia hanya untuk membuat mereka dibiarkan jatuh dalam dosa setelah itu ditebus, setelah itu selesai. Tuhan menciptakan manusia untuk menyatakan kemuliaan Tuhan di dunia ini. Itu sebabnya kehidupan manusia yang ada di dunia seharusnya mencerminkan semua sifat Tuhan. 

dikutip & disadur dari http://griibandung.org/reformed-theology/10-hukum-taurat/jangan-mencuri/