Ada anekdot yang mengatakan: “kalau orang Kristen di depannya dikasih piring (isi makanan). langsung otomatis berdoa”. Seringkali doa makan menjadi sesuatu yang “biasa” dan otomatis, sehingga tak jarang ada orang berdoa makan dua kali, lupa kalau dia sudah berdoa.
Ungkapan syukur, baik itu dalam bentuk korban persembahan atau ucapan, sudah ada sejak dulu. Dalam Alkitab, sejak dari kitab Kejadian, kita melihat ada ucapan syukur yang diberikan kepada Tuhan dalam bentuk ucapan maupun korban bakaran; ada ucapan syukur yang diberikan kepada seorang dalam bentuk ucapan terima kasih.
Dalam budaya saat ini pun, kebiasaan mengucapkan terima kasih sudah diajarkan sejak anak mulai belajar bicara. Orang tua akan mengajarkan anaknya untuk mengucapkan terima kasih jika ia menerima sesuatu. Begitu juga saat kita menerima suatu pemberian dari Tuhan. Kita percaya bahwa makanan yang diterima adalah pemberian Tuhan. Walaupun ia bekerja untuk makanan itu, tapi tetap kita percaya bahwa jika bukan Tuhan yang beranugerah, tidak mungkin bisa menikmati makanan. Jadi, jika seorang anak diajari orang tua nya untuk mengucapkan terima kasih setiap menerima sesuatu, masakan kita tidak mengucapkan terima kasih kepada Tuhan?
Oleh sebab itu, saat kita “berterima kasih” dalam doa kita, hati harus pula memiliki pengertian, menyadari dan mengakui bahwa makanan ini dari Tuhan dan saya berterima kasih untuk makanan ini. Dengan demikian, doa makan adalah latihan rutin bagi hati kita untuk bersyukur kepada Tuhan, untuk setiap hal-hal kecil yang diterima. Jangan sampai kita hanya terbiasa mengucap syukur untuk hal-hal besar. Saat menerima kenaikan gaji, kita bersyukur! Kalau kita disembuhkan dari penyakit, kita bersyukur! Kalau kita mendapatkan berkat lebih, ktia bersyukur! Tapi, banyak orang mungkin orang akan jarang bersyukur untuk kesehatan Tuhan berikan pada waktu kita bangun pagi, gaji pas-pasan yang diterima, keselamatan dalam perjalanan pulang pergi kantor, atau makan yang Tuhan ijinkan kita dapat. Dengan demikian, ada makan yang kita bisa nikmati, itu adalah suatu anugerah. Ingat, tidak semua orang menerima anugerah ini. Ada orang-orang yang harus berpuasa, karena tidak bisa mendapatkan makanan, ada orang yang harus berpuasa karena kondisi kesehatan yang tidak memperbolehkannya untuk bisa menikmati makanan.
Setelah berdoa, mengucap syukur untuk makanan. Sikap syukur itu pun harus dinyatakan sejalan cara kita menikmati makanan. Kalau saya memperhatikan dalam suatu resepsi pernikahan. Banyak kali orang mungpang-mungpung ambil makanan pada buffet, berpikir bahwa kalau tidak habis, saya bisa membuangnya (toh ini gratis). Saya rasa ini adalah suatu pemikiran yang salah. Saat kita berdoa, bersyukur untuk makanan, itu berarti kita juga harus belajar menghargai makanan yang diterima. Jangan mengambil makanan atas dasar nafsu lapar atau keserakahan, ambil secukupnya! jangan mungpang-mungpung gratis!
Jika seorang yang mau berjudi, kemudian berdoa meminta kemenangan. Apakah itu benar? Tentu salah!
Jika seorang mendoakan suatu hubungan relasi serius dengan seseorang yang adalah istri/suami orang lain. Apakah itu benar? Tentu salah!
Jika seorang tahu bahwa makanan yang akan dimakan adalah berbahaya. Kemudian kita berdoa meminta Tuhan untuk menjadikan makanan ini sehat bagi tubuh? Inipun salah. Doa makan bukanlah mantra yang berkuasa menjadikan makanan menjadi sehat. Kepada manusia, Tuhan memberikan hikmat. Dengan hikmat ini, manusia harus menimbang, mana yang baik, mana yang tidak baik.
Bagaimana kalau makanan itu sudah dijampi-jampi? atau makanan itu bekas sesajen? Mengenai makanan, rasul Paulus memberikan suatu penjelasan di 1 Kol 10.
“Segala sesuatu diperbolehkan.” Benar, tetapi bukan segala sesuatu berguna. “Segala sesuatu diperbolehkan.” Benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun. Jangan seorangpun yang mencari keuntungannya sendiri, tetapi hendaklah tiap-tiap orang mencari keuntungan orang lain. Kamu boleh makan segala sesuatu yang dijual di pasar daging, tanpa mengadakan pemeriksaan karena keberatan-keberatan hati nurani. Karena: “bumi serta segala isinya adalah milik Tuhan.” Kalau kamu diundang makan oleh seorang yang tidak percaya, dan undangan itu kamu terima, makanlah apa saja yang dihidangkan kepadamu, tanpa mengadakan pemeriksaan karena keberatan-keberatan hati nurani. Tetapi kalau seorang berkata kepadamu: “Itu persembahan berhala!” janganlah engkau memakannya, oleh karena dia yang mengatakan hal itu kepadamu dan karena keberatan-keberatan hati nurani. Yang aku maksudkan dengan keberatan-keberatan bukanlah keberatan-keberatan hati nuranimu sendiri, tetapi keberatan-keberatan hati nurani orang lain itu. Mungkin ada orang yang berkata: “Mengapa kebebasanku harus ditentukan oleh keberatan-keberatan hati nurani orang lain? Kalau aku mengucap syukur atas apa yang aku turut memakannya, mengapa orang berkata jahat tentang aku karena makanan, yang atasnya aku mengucap syukur?” Aku menjawab: Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah. Janganlah kamu menimbulkan syak dalam hati orang, baik orang Yahudi atau orang Yunani, maupun Jemaat Allah. Sama seperti aku juga berusaha menyenangkan hati semua orang dalam segala hal, bukan untuk kepentingan diriku, tetapi untuk kepentingan orang banyak, supaya mereka beroleh selamat.
(1 Kol 10:23-33)
Jadi, untuk makanan seperti ini, saya sendiri memilih untuk tidak memakannya. Saya tidak mau mencobai diri dengan menantang kuasa si jahat hanya untuk kenikmatan perut, saya tidak mau untuk kenikmatan yang sedikit ini saya menjadi sandungan buat yang lain. Tapi, kalaupun terpaksa harus (special case only) atau tidak sengaja memakannya, saya percaya itu bukanlah suatu dosa. Lebih dalam lagi soal makan-memakan ini, baca Mar 7:14-23.
Jadi, haruskah orang Kristen berdoa sebelum makan? Harus! Tapi bukan sekedar ritual atau mantra. Doa sebelum makan adalah ucapan syukur kita kepada Tuhan untuk makan yang kita bisa nikmati, latihan rutin bagi orang percaya untuk mensyukuri dan menghargai setiap anugerah yang kita terima dari Tuhan.